Dalam  pembahasan  iklim yang berlangsung di Bonn Juni lalu, negara berkembang meminta  negara maju tidak mengalihkan perhatian dari target pengurangan emisi  gas rumah kaca (green house gases-GHG) mereka pada komitmen periode kedua Protokol Kyoto dalam  Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC). 
Sementara  itu, negara maju lebih fokus memperkenalkan lintas batas "pendekatan  sektoral" (penetapan standar teknologi bagi negara berkembang) dan  standar emisi dari penerbangan dan industri maritim. 
Pada artikel 3.9 Protokol Kyoto, negara maju (Annex 1) berkomitmen pada target emisi yang mengikat. Komitmen periode pertama, berakhir tahun 2012 dengan keseluruhan target emisi 5%. 
Kelompok  Kerja Protokol Kyoto (AWG-KP) bekerja untuk memutuskan komitmen periode  kedua, mencakup persentase pengurangan emisi dan bagaimana mencapai  pengurangan tersebut.  
Pada  diskusi meja bundar 2-3 Juni lalu membahas rata-rata target  pengurangan, dan beberapa negara berkembang berulangkali menekankan  untuk  tidak mengalihkan perhatian mandat Artikel 3.9 Protokol Kyoto atau  melemahkan komitmen untuk meningkatkan pengurangan emisi dengan  memperkenalkan isu baru seperti pendekatan sektoral. 
Dalam diskusi meja bundar membahas tiga isu: (1) perdagangan emisi dan  mekanisme  proyek; (2) penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan kehutanan  (LULUCF); serta (3) pendekatan target emisi sektoral, serta kategori  sektor dan sumber gas rumah kaca. 
Pada  isu pertama, Duan Maosheng dari China berkata bahwa Mekanisme  Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism-CDM) merupakan salah  satu cara pengurangan emisi, dan tantangan yang dihadapi seperti  efisiensi yang  rendah, registrasi yang meningkat,  permintaan prosedur yang dipersulit, ketidakpastian harga dan kebutuhan  pasar. Sementara, kontribusi penyediaan transfer teknologi sangat  terbatas. 
Maka  yang lebih diperlukan adalah efisiensi, kelayakan, transparansi dan  mekanisme sederhana, seperti halnya transfer teknologi yang lebih besar.  Komitmen mitigasi yang lebih besar dari negara maju dapat lebih  menciptakan permintaan pasar karbon. 
Panelis  Uni Eropa, Artur Runge-Metzger berkata bahwa pasar karbon sebagai  instrumen kunci untuk mencapai tujuan mitigasi. Uni Eropa (EU) mencari  cara mencapai pasar global yang nyata dan mendalam, untuk efisiensi  harga pengurangan emisi dan transisi ekonomi karbon ke depan. 
Hal  ini harus dikemas secara mengikat untuk pengurangan emisi bagi Negara  Annex 1, penyesuaian pengurangan diperlukan untuk menjaga temperatur  global dalam batasan dua derajat dan mendukung komitmen pengurangan oleh  negara-negara maju mencapai kisaran 25-40 persen di bawah level 1990  hingga 2020. 
Artur  Runge-M berkata bahwa untuk merealisasikan visi ini memerlukan  transformasi progresif pasar untuk mengimbangi mekanisme, seperti CDM  yang programatik dan mekanisme sektoral, diikuti dengan kemasan dan  sistem pasar sebagai sektor kunci utama negara berkembang. 
Bagaimanapun,  investasi pasar karbon belum efektif bagi beberapa sektor, dan perlu  dilengkapi dengan instrumen lain. Uni Eropa yakin bahwa mekanisme proyek  joint implementation (JI) dan CDM akan berlanjut setelah tahun  2012. Keduanya penting bagi Negara Annex 1 yang berperan dalam  pembangunan berkelanjutan dan transfer teknologi ketika menciptakan  fleksibilitas berkaitan dengan keberhasilan pengurangan emisi.  
Selama  perdebatan, beberapa negara menyatakan kekecewaan dengan ketidakhadiran  panelis dari Afrika. Beberapa negara berkembang sepakat dengan China  atas kebutuhan peningkatan proses CDM. Bolivia dan Burkina Faso berkata  bahwa perlu distribusi regional yang setara bagi proyek CDM, dan juga  mempertimbangakan beberapa sektor yang belum layak masuk seperti LULUCF  dan Kehutanan. Pada tahap ini mereka tidak mendukung pendekatan  sektoral. 
Ethiopia  mengingatkan bahwa tujuan CDM untuk membantu Negara Non-Annex 1 (negara  berkembang) dalam pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu  melibatkan LDC dan mengenal secara komparatif keuntungan negara-negara  yang melakukan penghutanan dan reboisasi.  Selandia Baru  menjawab bahwa CDM ditujukan untuk menciptakan efisiensi biaya bagi  negara maju, bukan untuk mencapai distribusi regional. 
Dalam  hal ini, Afrika Selatan berkata bahwa ketika mereka setuju dengan  pentingnya meningkatkan CDM dan proyek distribusi regional yang setara,  ini merupakan diskusi tentang mekanisme untuk mencapai pengurangan  emisi. Ketika CDM harus ditingkatkan, seharusnya ada pembahasan lebih  mendalam tentang artikel 3.9 
Uni  Eropa mengakui bahwa istilah "mengutamakan pembangunan ekonomi" tidak  masuk dalam konvensi. Hal ini berkaitan dengan mekanisme pasar  karbon,  dan telah jelas bahwa negara berkembang mempunyai perbedaan, demikian  juga Uni Eropa memiliki negara-negara miskin dan negara-negara kaya.  Pertanyaan ini harus dikerjakan di luar AWG-KP dan perlu dibahas hari  berikutnya. 
Jim  Penman dari Uni Eropa berkata bahwa batasan kualifikasi emisi dan  komitmen pengurangan disetujui di Kyoto dengan LULUCF sebagai tambahan  fleksibel untuk membantu memenuhi komitmen tersebut. Namun sebelum  perjanjian aktivitas LULUCF disetujui. Ketentuan sekarang cenderung  membatasi insentif potensial para pihak untuk melindungi dan  mengembangkan stok karbon dalam hutan, lahan pertanian dan padang rumput  seperti penggunaan kayu berkelanjutan sebagai biomaterial dan sumber  energi. 
Sekarang  ada kesempatan untuk membalikkan keadaan, dengan membuat peraturan awal  sebelum menyetujui komitmen pengurangan emisi. Saat ini aturan  penghitungan LULUCF dapat terintegrasi ke dalam rejim iklim sejak awal  agar menyertakan negara maju pada insentif aksi mitigasi anthropogenic  tambahan untuk menghindari insentif yang berlawanan. LULUCF harus  mempertimbangkan empat aktivitas: pengelolaan hutan, pengelolaan lahan  tanaman, pengelolaan lahan penggembalaan dan penanaman kembali yang  tercakup dalam Artikel 3.4 KP. 
Selama  perdebatan, negara maju seperti Norwegia dan Selandia Baru menambahkan  argumentasi untuk dimasukkan dalam "perluasan aktivitas LULUCF secara  holistik dengan pendekatan inclusif". Menurut Norwegia,  holistik berarti aktivitas penuh dan berhubungan dengan pertanian dan  berdasarkan aturan perhitungan. Selandia Baru mengusulkan dua pendekatan  untuk negosiasi yaitu meninjau kembali aturan dengan modifikasi ketika  mengidentifikasi kesenjangan dan dilanjutkan dengan menciptakan aturan  baru berdasarkan identifikasi dan prioritas kebutuhan. 
Negara-negara  berkembang seperti China, India, dan Brazil menyampaikan sanggahan.  China mengatakan bahwa negosiasi atas LULUCF untuk periode komitmen  pertama bertahan tujuh tahun. Dalam CDM, tidak ada kemajuan yang ilmiah  dalam aksi mitigasi anthropogenic LULUCF. Para pihak tidak  mempunyai waktu untuk memodifikasi aturan. Pada periode komitmen kedua  seharusnya peraturan sudah kompatibel selama periode komitmen pertama,  bukan mempersulit keadaan. 
India  mengatakan bahwa diskusi LULUCF seharusnya tidak digunakan untuk  melemahkan komitmen Negara-Negara Annex 1 dalam mengurangi emisi di  sektor  energi dan transport. LULUCF akan menghadapi isu  tetap dalam langkah serupa yang dihadapi CDM untuk hutan. Perlakuan  harus tidak berbeda. Mengutamakan Negara Annex 1 atas LULUCF perlu  dilaksanakan secara hati-hati dengan mempelajari kemungkinan dampak  persediaan pangan global. Perhatian harus ditingkatkan dalam aktivitas  LULUCF dalam membantu meningkatkan pengurangan emisi. 
Brazil  mengatakan bahwa menurut data UNFCCC tahun 1990-2005, ada peningkatan  emisi sebesar 0,5% di Negara Annex 1 dari sektor energi. Tampaknya  partisipan mengalihkan masalah dari fokus utama. Pembicaraan banyak  mengenai bagaimana sektor LULUCF menghitung 20% emisi global, tetapi 80%  tetap berasal dari energi, sektor transportasi dan industri.  Perkembangan  aktivitas LULUCF sebagai perwujudan usaha nyata dalam mengurangi emisi, ketika kerusakan hutan dan gangguan lain akan meningkat akibat perubahan iklim. 
Brazil  mengatakan bahwa mereka tidak senang dengan aturan yang telah ada, dan  memperingatkan bahwa perluasan LULUCF seharusnya tidak digunakan untuk  mengalihkan perhatian yang perlu dilakukan. Para pihak perlu memahami  non-kesepahaman efek antara hutan dan pengurangan emisi. Brazil  mengusulkan peningkatan dibuat atas aturan saat ini. Sekarang ini tidak  ada panduan atau model praktik terbaik untuk digunakan. Negara-negara  Annex 1 menginginkan aturan, kita juga ingin mempunyai dasar praktik  terbaik yang sama. 
Dalam  tanggapannya, Picker dari Australia membela negara Annex 1 dengan  mengatakan bahwa periode 2012 memerlukan kepastian bagaimana cara  mengambil aturan itu. India dan Brazil menangkap kesan bahwa negara maju  menggunakan aktivitas LULUCF sebagai upaya lepas tangan. Picker  meyakinkan tidak demikian. Mereka hanya ingin kesepakatan aturan pertama  sebelum membuat komitmen. 
Diskusi  meja bundar atas ketiga isu disampaikan oleh Shuichi Takano dari Jepang  dengan menunjukkan suatu tabel pendekatan sektoral. Menurutnya ada dua  kategori. Pertama adalah susunan target domestik melalui estimasi  efektif emisi perluasan ekonomi dengan akumulasi mitigasi yang potensial  dan dapat  menjadi materi dengan teknologi terbaik yang tersedia (BATs) atau Praktik Terbaik (BPs). 
Yang kedua adalah kerjasama internasional pendekatan sektoral, dimana  aksi  mitigasi sektor dengan pembagian lintas batas BATs dan BPs sesuai  sekarang namun dengan tanggungjawab berbeda. Takano berkata, kita  menggunakan standard penilaian yang setara untuk membandingkan upaya  masing-masing negara sesuai standar sasaran, yang bermanfaat dalam menghadapi kebocoran karbon. 
Shuichi  Takano menambahkan bahwa bagaimanapun dibutuhkan penghitungan biaya dan  kemampuan tiap negera. Pendekatan sektoral akan dimulai dengan kunci  sub-sektor, seperti pembangkit energi tenaga batubara (yang  berkontribusi 70% emisi sektor energi), industri baja dan semen (yang  berkontribusi 50% emisi sektor industri) dan transportasi jalan yang  berkontribusi 70% emisi dari sektor transportasi. 
Dia  berkata bahwa Jepang percaya akan kerja Organisasi Penerbangan Sipil  Internasional (ICAO) dan Organisasi Maritim Internasional (IMO) akan  memfasilitasi untuk menemukan solusi global di sektor penerbangan dan  pelayaran internasional. Jepang berpikir bahwa mitigasi atas energi  kelautan dan penerbangan internasional sangat penting. ICAO mempunyai  program aksi yang melihat efisiensi energi sedangkan IMO mengembangkan  program yang menetapkan kerangka mitigasi pelayaran internasional. 
Marit Petterson dari Norwegia berkata bahwa emisi dari  transportasi  laut dan penerbangan internasional tidak tercakup dalam komitmen Annex 1  namun artikel 2.2 Protokol Kyoto mengatakan bahwa Annex 1 akan memenuhi  batas atau mengurangi emisi GHGS yang tidak terkontrol Protokol  Montreal dari  energi penerbangan dan pelayaran, kerja melalui ICAO dan IMO. 
Diskusi meja bundar ditutup dengan pernyataan pimpinan akan menyiapkan ringkasan dan akan membentuk contact group. Kelompok tersebut diharapkan menghasilkan dokumen dengan elemen yang akan dibahas dalam pembahasan perubahan iklim di Ghana. 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar